"Seonggok Jagung"

Siang itu ketika saya dengan seorang teman menemui dosen di ruangannya, saya ingin sharing tentang "apa yang seharusnya kami lakukan ketika kami magang nanti ?" Setelah bercerita banyak lalu terdapat conversation antara kita bertiga (saya, teman, dan dosen) yang menurut saya ini merupakan pembicaraan yang membuat saya ingin lebih memahaminya...

Teman : "sebenarnya saya ingin magang di salah satu instansi daerah rumah saja pak (rumahnya Gresik)", kata teman saya kepada dosen.
Dosen   : "ya kenapa enggak, terus ajak sekalian teman mu ini.", beliau melirik saya.
Teman  : tapi susah pak harus satu bulan penuh kalau magang di sana (maksudnya kalau bulan Agustus ya dimulai dr tanggal 1 sampai tanggal 31 ga boleh di mulai tanggal 2).
Dosen  : "owh gitu ya", lalu dia berkata kepada saya "kamu pernah naik bus menuju ke Surabaya" katanya.
Saya     : Belum pernah pak...hehehe...
Dosen   : "Kenapa belum, saya punya sajak bagus banget" katanya..
Saya     : "Sajak apa pak ?" saut saya.
Dosen  : sajak judulnya "Seonggok Jagung" cipt W.S. Rendra, itu menceritakan banyak sekali ajaran tentang gimana seharusnya kita hidup dalam masyarakat agar kita menjadi orang yang sukses.
Saya     : o ya pak, kalau begitu nanti saya search sajaknya di internet.

Sepenggal percakapan itulah yg membuat saya penasaran dengan sajak yang berjudul "Seonggok Jagung". Saya share ni di blog saya isinya.

Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani;
ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar ………
Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur
tungku-tungku menyala.
Di dalam udara murni
tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja
Tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
W.S. Rendra

Ternyata bener kata beliau sajak ini bener-bener memberikan pengalaman yang sangat berarti bagi saya untuk lebih luas memandang hidup ini, karena kita hidup tidak sendiri dan tidak untuk diri sendiri.
Terima kasih untuk dosen saya yang telah memberikan masukan tentang sajak ini untuk saya baca daqn resapi. Insya Allah bisa saya terapkan dalam hidup saya. Amin
Terima kasih untuk W.S. Rendra yang telah menciptakan sajak sebermakna ini untuk hidup orang banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar